Hukum Omnibus yang Membebani Lingkungan Investasi Indonesia

Hukum Omnibus yang Membebani Lingkungan Investasi Indonesia – Selama beberapa bulan terakhir kita sering mendengar Presiden Joko Widodo dan pejabat tinggi pemerintah lainnya menyebut undang-undang omnibus yang akan datang sebagai alat atau solusi utama untuk meningkatkan kualitas dan daya tarik lingkungan investasi Indonesia.

Saat ini, salah satu rintangan terbesar di lingkungan investasi negara adalah regulasi yang berlebihan (atau birokrasi); tidak hanya di tingkat pemerintah pusat tetapi juga di tingkat daerah. premium303

Banyak contoh peraturan yang tumpang tindih dapat ditemukan. Peraturan-peraturan ini telah diberlakukan oleh kementerian yang terpisah atau lembaga pemerintah lainnya di tingkat pemerintah pusat atau daerah. Ini adalah situasi yang menyebabkan ketidakpastian bagi investor dan cukup sering menyebabkan penundaan atau pembatalan sama sekali dari proyek investasi. https://www.benchwarmerscoffee.com/

Baru-baru ini, sebuah surat kabar lokal bahkan menyebutkan bahwa lebih dari USD $ 120 miliar modal (yang terakumulasi dalam pipa investasi di Indonesia selama tiga tahun terakhir) gagal terwujud karena peraturan yang berlebihan. Koordinasi dan kerja sama yang lemah antara lembaga-lembaga pemerintah membuat sangat sulit bagi seorang investor untuk mengetahui (1) izin usaha dan izin untuk mengatur, (2) di mana harus mengaturnya, dan (3) dalam urutan apa.

Memperkenalkan Hukum Omnibus yang Membebani Lingkungan Investasi Indonesia

Presiden Indonesia Widodo menyebutkan dua tagihan omnibus yang dijadwalkan akan dikirim ke Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia untuk pembahasan lebih lanjut – pada pertengahan Januari 2020:

  1. Omnibus Bill Mengenai Pembuatan Pekerjaan
  2. RUU Omnibus tentang Perpajakan

Undang-undang omnibus adalah undang-undang yang merevisi beberapa, bahkan puluhan undang-undang lainnya (yang berlaku). Bank Dunia memberi label hukum omnibus suatu teknik untuk secara bersamaan mengubah banyak undang-undang terkait untuk memastikan konsistensi ketentuan undang-undang ini pada masalah atau domain yang sama dan mempercepat proses penyempurnaan sistem hukum suatu negara.

Menurut indeks Doing Business 2019 Bank Dunia, Indonesia berada di posisi ke-73 secara keseluruhan dari 190 negara dalam hal kemudahan berbisnis. Presiden Joko Widodo telah menetapkan sebagai target untuk meningkatkan peringkat Indonesia ke posisi ke-40.

Untuk mendorong investasi dan kemudahan berbisnis di Indonesia, dalam pidato pelantikannya pada 20 Oktober 2019, Presiden Joko Widodo memperkenalkan gagasan untuk memberlakukan Undang-Undang Omnibus. Sebelum disebutkan oleh Presiden Joko Widodo, konsep ‘Hukum Omnibus’ jarang terdengar di Indonesia yang mengadopsi sistem hukum perdata.

Omnibus law atau RUU Omnibus adalah konsep yang lebih umum dalam sistem common law. Sesuai dengan judulnya, hukum Omnibus, adalah hukum tunggal yang mencakup berbagai hal berbeda.

Presiden telah meminta dua bidang utama untuk dicakup oleh Undang-Undang Omnibus: penciptaan lapangan kerja dan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Undang-undang Omnibus yang akan disusun oleh Pemerintah Indonesia akan mengubah (atau bahkan mengganti) beberapa undang-undang yang menghambat penciptaan lapangan kerja dan investasi di Indonesia. Sekitar 74 undang-undang akan diamandemen atau diganti oleh Hukum Omnibus.

Selain hal-hal di atas, Undang-undang Omnibus akan mengatur ulang sektor pajak dan masalah perizinan di Indonesia. Kementerian Keuangan sedang mengerjakan rancangan Undang-undang Omnibus tentang sektor pajak dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sedang mengerjakan rancangan perizinan.

Memperkenalkan Hukum Omnibus yang Membebani Lingkungan Investasi Indonesia

Kementerian Keuangan mengharapkan rancangan UU Omnibus di sektor pajak diselesaikan pada Desember 2019 sebelum dapat dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Undang-undang Omnibus akan mencakup setidaknya tujuh bidang sebagaimana dirangkum di bawah ini.

1. Pajak pendapatan perusahaan

Ketentuan saat ini: Pajak Penghasilan Perusahaan adalah 25% untuk perusahaan reguler dan 20% untuk perusahaan publik.

Usulan Perubahan: Pajak Penghasilan Perusahaan akan diturunkan secara bertahap dari 25% menjadi 22% pada tahun anggaran 2021 – 2022 dan akan dikurangi menjadi 20% pada tahun anggaran tahun 2023.

Khusus untuk perusahaan yang baru saja go public, akan ada tambahan pengurangan 3% dalam Pajak Penghasilan Badan, yaitu dari 22% menjadi 19%, selama lima tahun. Sementara itu, perusahaan yang go public pada 2023 akan mendapat keuntungan dari pengurangan tambahan sebesar 3% sehingga Pajak Penghasilan Badan yang mereka bayar akan berkurang dari 20% menjadi 17%.

2. Pajak Penghasilan atas Dividen

Ketentuan saat ini:

Dividen dari perusahaan lokal yang diterima oleh: Pemegang saham perusahaan lokal dengan saham ≥ 25% tidak dikenakan pajak penghasilan; Pemegang saham perusahaan lokal dengan saham <25% dikenakan tarif pajak penghasilan normal; Pemegang saham individu lokal dikenakan pajak penghasilan 10%. Dividen dari perusahaan lepas pantai diterima oleh korporasi lokal atau pemegang saham individu dikenakan tarif pajak penghasilan normal.

Usulan Perubahan:

Dividen dari perusahaan lokal yang diterima oleh: Pemegang saham perusahaan lokal dengan saham ≥ 25% tidak dikenakan pajak penghasilan; Pemegang saham korporasi lokal dengan saham <25% dikenakan tarif pajak penghasilan normal, kecuali diinvestasikan di Indonesia untuk periode tertentu; Pemegang saham perorangan lokal dikenakan pajak penghasilan 10%, kecuali diinvestasikan di Indonesia untuk periode tertentu. Dividen dari perusahaan lepas diterima oleh korporasi lokal atau pemegang saham individu dikenakan tarif pajak penghasilan normal, kecuali diinvestasikan di Indonesia untuk jangka waktu tertentu.

3. Wajib Pajak Penghasilan

Ketentuan saat ini:

Wajib Pajak Penghasilan di Indonesia: Warga negara Indonesia; dan warga negara asing yang tinggal di Indonesia selama lebih dari 183 hari. Prinsip penagihan: Pendapatan Di Seluruh Dunia.

Usulan Perubahan:

Wajib Pajak Penghasilan di Indonesia adalah warga negara Indonesia dan warga negara asing yang berdomisili di Indonesia selama lebih dari 183 hari, tetapi terbatas pada pendapatan yang dihasilkan di Indonesia.

Prinsip pengumpulan: Teritorial.

Pajak penghasilan atas penghasilan dari bunga domestik yang diterima oleh pembayar pajak luar negeri (subjek pajak luar negeri) juga akan dikurangi dari tarif 20% saat ini berdasarkan peraturan pemerintah yang terpisah.

4. Masukan PPN

Ketentuan saat ini:

  • Input PPN yang diperoleh sebelum perusahaan memperoleh ID PPN tidak dapat dikreditkan.
  • Input PPN yang tidak dilaporkan dalam pengembalian PPN tetapi ditemukan selama pemeriksaan pajak tidak dapat dikreditkan.
  • Input PPN yang diperoleh sebelumnya perusahaan mulai memproduksi barang / jasa yang dapat dibayarkan PPN hanya dapat dikreditkan jika merupakan barang modal.

Usulan Perubahan:

  • Input PPN yang diperoleh sebelum perusahaan memperoleh ID PPN dapat dikreditkan berdasarkan faktur pajak.
  • Input PPN yang tidak dilaporkan dalam pengembalian PPN tetapi ditemukan selama pemeriksaan pajak dapat dikreditkan berdasarkan faktur pajak.
  • Input PPN yang diperoleh sebelumnya perusahaan mulai memproduksi barang / jasa yang dapat dibayarkan PPN dapat dikreditkan.
  • Masukan PPN Pengusaha Kena Pajak (“PKP”) yang memperoleh barang / jasa dari non-PKP saat ini tidak dapat dikreditkan. Di masa depan, pemerintah mengusulkan agar mereka masih dapat mengkreditkan PPN masukan hingga maksimal 80%.

5. Sanksi Administrasi Pajak

Ketentuan saat ini:

  • Sanksi untuk keterlambatan pembayaran karena koreksi SPT Tahunan atau SKP adalah 2% per bulan.
  • Sanksi untuk tidak atau terlambat menerbitkan faktur pajak adalah 2% dari PPN dasar.

Usulan Perubahan:

  • Sanksi untuk keterlambatan pembayaran dihitung berdasarkan rumus (tingkat bunga pasar saat ini + 5%) / 12 untuk keterlambatan pembayaran karena koreksi SPT Tahunan dan (tingkat bunga pasar saat ini + 10%) / 12 untuk keterlambatan pembayaran karena SKP.
  • Sanksi untuk tidak atau terlambat menerbitkan faktur pajak adalah 1% dari PPN dasar.

6. Fasilitas Pajak

Ketentuan saat ini:

Saat ini, berbagai fasilitas pajak diberikan berdasarkan beberapa peraturan yang berbeda seperti UU No. 25 tahun 2007 tentang Investasi, Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2019 dan Peraturan Pemerintah No. 96 tahun 2015.

Usulan Perubahan:

Fasilitas pajak ini akan diatur berdasarkan bagian khusus dari Undang-undang Omnibus.

7. Pajak atas Kegiatan E-Commerce

Ketentuan saat ini:

Tidak diatur secara khusus.

Usulan Perubahan:

Mengembalikan konsep Badan Usaha Tetap sehingga tidak didasarkan pada kehadiran fisik tetapi kehadiran ekonomi yang signifikan. Ini berarti perusahaan asing dengan kehadiran ekonomi (pendapatan) di Indonesia, bahkan jika mereka tidak memiliki kehadiran fisik di Indonesia, harus membayar pajak penghasilan Indonesia.