Suku Pedalaman Indonesia Tetap Mempertahankan Tradisinya

Suku Pedalaman Indonesia Tetap Mempertahankan Tradisinya – Tidak banyak yang mengetahui, bahwa di era globalisasi ini masih terdapat suku-suku yang hidup jauh dari kemajuan teknologi dan masih mengikuti kultur leluhur. Apalagi di Indonesia, yang memiliki banyak hutan dan pulau-pulau terpencil, sehingga masih terdapat beberapa suku primitif yang masih eksis di Indonesia.

Indonesia sendiri memang merupakan negara multikultural yang menjadi tempat tinggal bagi ratusan suku dan etnis yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Selain beberapa suku besar di Indonesia seperti Suku Jawa, Suku Melayu, dan Suku Batak ternyata masih banyak suku-suku lain yang masih terisolir dan belum tersentuh oleh modernisasi. Suku-suku yang masih terisolir tersebut bukannya tidak diperhatikan oleh pemerintah, namun mereka sendiri yang menolak pengaruh dari luar. Mereka begitu gigih mempertahankan tradisi leluhur dari pengaruh modernisasi agar tidak tergerus perkembangan zaman. www.mustangcontracting.com

Berikut adalah suku-suku yang survive dan mampu menjaga tradisinya masing-masing di pedalaman.

1. Suku Kombai

Suku Pedalaman Indonesia Yang Tetap Mempertahankan Tradisinya

Suku Kombai merupakan salah satu suku yang terletak di Papua. Suku ini begitu terjaga karena kondisi alam dan tradisi yang dibawanya. Suku Kombai cukup istimewa, karena bertempat tinggal di rumah-rumah yang dibangun diatas pohon denga ketinggian yang lebih dari 50 meter.

Tujuan dari membangun rumah diatas pohon adalah untuk menghindari ancaman-ancaman alam seperti bajir maupun serangan dari hewan buas. Perlu diketahui juga, Suku Kombai terbiasa dengan kultur kanibalisme, yang akan memakan daging manusia atau anggota suku yang melanggar aturan yang disepakati bersama. Mengerikan bukan?

2. Suku Samin

Suku Pedalaman Indonesia Yang Tetap Mempertahankan Tradisinya

Suku primitif tidak berarti menetap di pulau-pulau terjauh di Indonesia, karena masih terdapat suku yang berhasil menjaga tradisi walaupun tinggal di Pulau Jawa. Ya, suku tersebut adalah Suku Samin, yang menetap di daerah Blora dan Bojonegoro. Suku ini memilih untuk hidup didalam hutan dengan sederhana dari cara berpakaian maupun cara hidup. Sejarahnya.

Masyarakat Samin adalah suku yang meolak adanya kolonialisme Belanda dan memilih untuk mengasingkan diri. Namun tampaknya tradisi untuk mengasingkan diri terbawa hingga sekarang dan menyebabkan tidak berkembangnya kehidupan Suku Samin. Kini suku tersebut dikenal sebagai kelompkmyang tertutup, lugu, dan menjadi lelucon di masyarakat bojonegoro.

3. Suku Togutil

Suku ini terletak di Halmahera Utara, tepatnya di pedalaman Hutan Totodoku, Tukur-Tukur, dan Lolobata. Istilah togutil sendiri hanya digunakan oleh masyarakat luar, karena orang-orang tersebut tidak menyukai penggunaan Togutil karena konotasinya yang negatif. Suku ini memilih untuk mengisolasi diri dan menjaga Hutan Totodoku, karena orang-orang Togutil melihat pentingnya hutan bagi kehidupan mereka.

4. Suku Laut

Sesuai dengan namanya, Suku Laut adalah suku yang tinggal secara nomaden di Kepulauan Riau. Dahulu, suku ini dikenal sebagai kelompok perompak yang memiliki peran penting dalam kejayaan Kerajaan Sriwijaya, Kesultanan Malaka, dan Kesultanan Johor. Suku Laut berperan dalam menjaga stabilitas kawasan dagang disana dengan mengusrin bajak laut da memandu para pedagang.

5. Suku Kajang

Suku ini tinggal di Pedalaman Bulukumba, Sulawesi Selatan. Mayoritas suku ini masih menetap di Desa Tana Toa dan masih hidup dengan cara-cara yang tradisional. Namun terlepas dari primitifnya suku ini, atura-aturan hidup sudah berlaku untuk mengatur kehidupan Suku Kajang.

Hanya saja suku ini begitu menolak peradaban, bahkan ketika ada warga yang ingin berkunjung pun tidak dapat menggunakan alas kakinya. Warna hitam menjadi kewajiban dalam berpakaian, karena suku ini percaya bahwa warna hitam menggambarkan kesederhanaan dan persamaan. Suku ini cukup ditakuti oleh masyarakat lokal karena dipercaya memiliki kekuatan magis yang dahsyat. Meskipun demikian sebagian kelompok dari Suku Kajang sudah mulai membuka diri dengan perkembangan zaman.

6. Suku Polahi

Istilah “Polahi” berarti pelarian, yang menjadi sebutan dari suku terasing yang hidup di Pedalaman Hutan Baliyohuto, Gorontalo. Serajahnya, dahulu terdapat warga Gorontalo yang memilih untuk meninggalkan tempat tinggalnya dan masuk ke hutan, dengan tujuan untuk kabur dari kolonialisme Belanda. Mereka kemudian memilih untuk beradaptasi dan memilih untuk menetap di hutan ketika Indonesia telah merdeka.

Kini suku tersebut cenderung menolak untuk berinteraksi dengan masyarakat luar, karena anggapan bahwa orang luar adalah penjajah. Sehingga tidak ada perkembangan akan modernisasi didalam suku tersebut.

Tinggal secara nomaden di Hutan Boliyohato, Suku Polahi memiliki kebiasaan yang cukup unik, yaitu melakukan kawin sedarah! Selain itu suku ini juga memiliki tiga kepercayaan yang berbeda-beda, namun masyarakat Polahi cenderung menerima satu sama lain.

7. Suku Mentawai di Sumatra Barat

Suku ini termasuk kedalam kategori suku kuno, karena sejarah munculya suku ini masih diperdebatkan oleh para sejarawan. Suku Mentawai menetap di Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat dan Utara. Berbagai pendapat muncul terkait asal usulnya, ada yang mengatakan bahwa suku ini berasal dari bangsa polinesia. Ada juga yang menilai bahwa suku ini berasal dari Melayu Tua.

Namun kini Suku Mentawai mengalami penurunan jumlah, bahkan ditengarai telah masuk pada generasi terakhir. Hal ini disebabkan oleh budaya-budaya tradisional yang mulai ditinggalkan oleh generasi penerus.

8. Suku Korowai di Papua

Suku ini bisa dibilang terancam punah, karena jumlahnya yang semakin sedikit. Suku ini tinggal di lebatnya hutan di Papua, dan memiliki kesamaan dengan Suku Kombai dalam hal cara bertahan hidup. Suku ini tinggal diatas pepohonan tinggi, dengan membangun rumah untuk tiap keluarganya.  Jika sebagian suku-suku di Papua sudah mengenal pakaian, Suku Korawai sama sekali tidak mengenal pakaian bahkan koteka sekalipun.

Suku Korowai hidup di atas pohon pada ketinggian 50-100 meter dari permukaan tanah. Namun jika Suku Kombai menggunakan cara ini untuk menghindari binatang buas, Suku Korowai melakukan ini untuk menhindari mereka dari srangan penyihir laki-laki tanah.

Status terancam punahnya Suku Korowai lebih disebabkan oleh kebiasaan-kebiasaan yang merusak kesehatan seperti seks bebas dan minuman keras. Sehingga tidak jarang anggota suku terjangkit HIV/AIDS dan menyebarkannya.

9. Suku Anak Dalam

Suku Anak Dalam tinggal di Provinsi Jambi, dan menyebar di hutan-hutan wilayah sana. Kehidupannya yang primitif dan jauh dari peradaban adalah karakteristiknya. Suku Anak Dalam atau Suku Kubu hidup nomaden di wilayah pedalaman hutan di Jambi. Disebutkan bahwa Suku Anak Dalam masih belum mengenal agama, mereka menyembah arwah dari leluhur yang telah meninggal.

Namun kini keberadaan suku tersebut juga terancam, bersamaan dengan meningkatnya pembangunan perusahaan di hutan-hutan Sumatera. Banyak dari anggota suku yang kemudian harus meninggalkan kampung halamannya akibat dari perkembangan industri disana.

10. Suku Dayak

Dari berbagai suku, Suku Dayak memiliki karakteristik yang unik. Dengan tradisi “Ngayau” yang berarti kepala musuh, kehidupan mereka begitu primitif dan dan memilih untuk menetap di pedalaman Kalimantan. Salah satu tradisi yang turun temurun terjaga di suku ini adalah kanibalismenya, yang cukup mengerikan.

Kini pun belum ada penelitian-penelitian lanjutan yang dapat menemukan tradisi ataupun cara hidup Suku Dayak.